BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Definisi
Fermentasi Hidrogen
Fermentasi
anaerobik adalah reaksi dimana
mikroorganisme anaerobik secara oksidatif mengurai bahan organik untuk
mendapatkan energi dalam kondisi anaerobik. Kita sebut reaksi fermentasi ini
Fermentasi Hidrogen jika hidrogen adalah produk akhir proses. Dalam proses
fermentasi hidrogen, beberapa bahan organik dan alkohol diproduksi bersama
dengan hidrogen. Meskipun akseptor elektron terakhir adalah oksigen atau bahan
anorganik dalam respirasi, bahan organik yang terurai dan karbon dioksida dan
lain – lain dari bahan substrat adalah produk akhir dalam fermentasi. Sebagai
contoh, produk akhir adalah etanol dan karbon dioksida dari glukosa selama
fermentasi etanol. Sementara sintesis ATP digabungkan dengan rantai transfer
elektron dalam respirasi, ATP dihasilkan dalam reaksi pada tingkat substrat
dalam fermentasi. Energi yang diperoleh dari fermentasi lebih kecil daripada
yang dari respirasi untuk jumlah substrat yang sama.
2.2.
Karakteristik
Fermentasi Hidrogen
Peran
dari produksi hidrogen adalah untuk mengatur tingkat oksidasi – reduksi dalam
sel bakteri dengan mengubah kelebihan tenaga pengurangan menjadi hidrogen. Ada
bakteri yang dapat mengambil dan memanfaatkan hidrogen tersebut. Dalam rangka
meningkatkan hasil hidrogen, reaksi sebaliknya konsumsi hidrogen harus di
tekan. Umumnya, diperlukan perlakuan air limbah dari proses fermentasi hidrogen,
karena proses fermentasi hidrogen juga memproduksi beberapa bahan organik.
2.3.
Proses
Fermentasi Hidrogen
Fermentasi
Hidrogen merupakan salah satu metode untuk memproduksi hidrogen dari biomassa
yaitu melalui metode biologi.
Metode
biologi untuk memproduksi hidrogen melalui proses biophotolysis langsung dan
tak langsung, photo – fermentation, dan dark fermentation.
Ada
3 golongan bakteri penghasil hidrogen yaitu :
-
Cyanobacteria, bakteri yang langsung
menghasilkan hidrogen dengan cara mendekomposisi air dengan bantuan sinar
matahari melalui proses fotointesis.
-
Bakteri anaerobik, menggunakan
bahan organik sebagai sumber elektron dan sumber energi dan hasil konversi
bahan organik adalah hidrogen.
-
Mikroalga (alga hijau dan biru), melalui proses
biophotolysis air dapat menghasilkan hidrogen.
Dapat disimpulkan bahwa semua proses produksi hidrogen secara biologi
sangat tergantung kepada enzim hidrogenase dan nitrogenase. Enzim hidrogenasi
dan nitrogenase berperan dalam metabolisme sel untuk mengkatalisis reaksi
pembentukan hidrogen.
a.
Dark
Fermentation ( fermentasi gelap )
Fermentasi
gelap adalah jenis fermentasi yang tidak memerlukan cahaya matahari. Pembuatan
hidrogen dengan dark fermentation dari senyawa-senyawa organik dibantu oleh
mikroorganisme anaerob yang ditumbuhkan di dalam substrat yang kaya
karbohidrat tanpa energi sinar matahari.
Pada dark
fermentation, bakteri Enterobacter cloacae atau Clostridium sp. dapat
menghasilkan hidrogen sepanjang hari dari substrat sumber karbon dan memberikan
produk samping berupa asam butirat, asam laktat, dan asam asetat. Proses ini
berjalan secara anaerobik (Hussy dkk., 2003). Proses ini dapat dilakukan pada
tiga kondisi yang berbeda yaitu pada suhu rendah (298-313 K), menengah (313-338
K), suhu tinggi (338-353 K) dan >353 K. Menghasilkan campuran gas hidrogen,
CO dan sedikit metana.
Keuntungan
cara fermentasi dalam produksi hidrogen adalah degradasi padatan dan zat
organik kompleks yang terdapat pada limbah dan produk-produk pertanian dapat
terjadi dengan cepat. Namun demikian, fermentasi hanya mengkonversi kira-kira
15% dari energi yang terkandung pada bahan baku tersebut menjadi hidrogen (Das
dan Verziroglu, 2001). Reaksi:
C6H12O6
+ 2H2O → 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2
à Persamaan 1.
Ketika produk akhir butirat, dihasilkan 2 mol H2
:
C6H12O6 → C4H8O2
+ 2CO2 + 2H2 à Persamaan 2.
Gambar 1. Produksi hidrogen melaui dark
fermentation
b.
Photo
Fermentation ( fermentasi terang )
Menggunakan
jasa bakteri sulfur dan sinar matahari, asam organik sederhana dengan kandungan
N terbatas melalui pembentukan enzim nitrogenase. Pada kondisi anaerobik bakteri
sulfur dapat memanfaatkan asam organik atau hidrogen sulfid sebagai donor
elektron. Elektron dipindahkan ke nitrogenasi dengan bantuan ATP. Apabila tidak
ada nitrogen maka enzim tersebut dapat mereduksi proton menjadi hidrogen dengan
suplai energi dari ATP. Reaksinya : sinar matahari
C6H12O6 + 12H2O 12H2 +
6CO2 à Persamaan 3.
Fotofermentasi, perubahan bahan
organik melalui bakteri fotosintetik pengikat nitrogen, dapat menghasilkan
biohidrogen yang lebih tinggi, akan tetapi sistem masih bergantung pada cahaya.
Gambar 2. Skema photo-fermentation
Kombinasi antara dark fermentation dan photo fermentation dalam
sistem hibrid dua tahap dapat meningkatkan produk hidrogen yang diperolehnya
(Nat dan Das, 2004). Pada tahap pertama, biomassa difermentasi menjadi asam
asetat, karbon dioksida, dan hidrogen dalam thermophilic dark fermentation.
Selanjutnya pada tahap ke dua, asam asetat dikonversi menjadi hidrogen dan
karbon dioksida (Nath dan Das, 2006). Dengan proses kombinasi ini, hidrogen
yang dihasilkan diperkirakan mendekati hasil teoritisnya, yaitu 12 mol hidrogen
per mol glukosa atau 24 g hidrogen per 180 g glukosa. Proses produksi hidrogen
secara biologis terjadi pada suhu lingkungan dan tekanan atmosferis. Dengan
demikian, proses ini lebih hemat energi jika dibandingkan dengan produksi
hidrogen dengan cara lain.
2.4.
Reaksi
Fermentasi Hidrogen
Bakteri
penghasil hidrogen diklasifikasikan menjadi 2 jenis oleh perbedaan dalam reaksi
enzim. Salah satunya adalah bakteri dengan hidrogenase, dan yang lainnya dengan
nitrogenase.
è Persamaan 4.
è Persamaan 5.
Seperti ditunjukkan
pada reaksi di atas, hidrogenase mengkatalis reaksi kebalikan dari evolusi dan
penyerapan hidrogen. Disisi lain, reaksi oleh nitrogenase membutuhkan energi (
ATP ). Pada fermentasi anaerob, reaksi oleh hidrogenase utamanya diperiksa.
Penggambaran reaksi fermentasi hidrogen adalah sebagai berikut :
è Persamaan 6.
è Persamaan 7.
Gambar
3. Menunjukkan jalur fermentasi hidrogen. Hidrogen terbentuk dari hidrogenase
baik melalui NADH dan ferrredoxin, melalui ferredoxin saja, atau melalui
format-liase. Dalam proses fermentasi hidrogen, hidrogen diproduksi dari
dekomposisi oksidatif dari substrat organik. Oleh karena itu, fermentasi
hidrogen digunakan dalam perlakuan limbah dan air limbah. Dalam kasus tersebut,
perlakuan berikut seperti fermentasi metana atau metode lumpur aktif
diperlukan, karena proses fermentasi hidrogen menyertai produksi asam organik.
Laju reaksi fermentasi hidrogen cepat dibandingkan dengan fermentasi metana.
Hal ini mungkin menjanjikan pada metode pra – perlakuan fermentasi metana.
Gambar
3. Jalur Fermentasi Hidrogen
2.5.
Efisiensi
Energi Fermentasi Hidrogen
Karena proses
fermentasi hidrogen menyertai produksi asam organik, perlu untuk
mempertimbangkan gabungan sistem total dengan metode perlakuan berikutnya
seperti fermentasi metana. Dalam proses fermentasi hidrogen, 4 mol hidrogen
secara teoritis dihasilkan dari 1 mol glukosa ( Persamaan 6 ). Ketika kemudian
membentuk asetat dan digunakan untuk fermentasi metana dan diubah menjadi
metana, reaksinya ditunjukkan sebagai berikut :
è Persamaan 8.
Reaksi total metana –
hidrogen fermentasi dua – tahap ditunjukkan sebagai berikut :
è Persamaan 9.
Jumlah
nilai panas yang tinggi dari produk ini adalah 2,924 MJ ( 2924 kJ ). Disisi
lain, pada fermentasi metana saja, reaksinya ditunjukkan sebagai berikut :
è Persamaan 10.
Nilai kalor tinggi produk dari persamaan 10. adalah
2,671 MJ ( 2671 kJ ) jelas terlihat dari hasil ini bahwa hasil energi dari
fermentasi hidrogen – metana meningkat 10 % dibandingkan dengan fermentasi
metana saja.
2.6.
Produk
Fermentasi Hidrogen
Produk
gas berevolusi dari fermentasi hidrogen dan metana mungkin dapat digunakan
untuk bahan bakar sel yang memiliki efisiensi konversi energi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan turbin gas dan mesin gas. Metana dari fermentasi metana
harus menjadi hidrogen untuk bahan bakar sel.
è Persamaan 11.
Karena
persamaan 11. adalah reaksi endotermik, pasokan energi dibutuhkan untuk
melanjutkan reaksi. Umumnya, gas metana diubah menjadi gas hidrogen dengan
katalis nikel pada 650 – 750 oC. Disisi lain, dalam fermentasi
hidrogen, hasil energi lebih tinggi dari fermentasi metana dan konversi
katalitik dari metana tidak diperlukan untuk membuat gas hidrogen menjadi bahan
bakar sel.
2.7.
Faktor
yang mempengaruhi Proses Fermentasi
Aktivitas metabolisme mikroorganisme
penghasil hidrogen tergantung pada faktor :
-
Temperatur
Temperatur
mempengaruhi aktivitas bakteri penghasil
hidrogen dan laju produksi (Nath et
al, 2006). Reaksi fermentasi gelap hidrogen dapat
dioperasikan pada temperatur yang
berbeda : mesofilik (25-40oC), termofilik (40-65oC),
ekstrim termofilik (65-80oC), atau hipertermofilik (>80oC)
(Levin et al,2004). Kebanyakan percobaan
fermentasi gelap menggunakan temperatur sebesar 35-55oC. Proses
ekstrim termofilik memberikan sejumlah keuntungan dibandingkan dengan
termofilik dan mesofilik.
Pertama,
produksi hidrogen lebih tinggi pada kondisi ekstrim termofilik daripada kondisi mesofilik dan termofilik. Telah
dilaporkan bahwa fermentasi anaerobik hidrogen secara ekstrim termofilik dapat
menghasilkan produksi hidrogen yang lebih banyak dan laju produksi hidrogen
yang lebih tinggi daripada fermentasi hidrogen secara mesofilik (Van
Groenestijin dkk., 2002). Telah dilaporkan juga bahwa pada kondisi ekstrim
termofilik (70oC), hasil hidrogen mencapai maksimum secara teoritis
yaitu 4 mol hidrogen per mol glukosa, sedangkan pada kondisi mesofilik dan
termofilik normalnya adalah kurang dari 2 mol hidrogen per mol glukosa (Van
Niel dkk., 2002).
Kedua,
ekstrim termofilik memiliki kemampuan memusnahkan patogen yang lebih baik
pada digested residu yang ditunjukkan
pada temperatur tinggi (Sah Istrom, 2003).
Ketiga,
meminimalisasi kontaminasi oleh pengkonsumsi hidrogen, seperti metanogen.
Hellenbeck (2005), melaporkan bahwa pada
fermentasi dengan temperatur tinggi lebih disukai secara termodinamik bagi reaksi
penghasil hidrogen karena temperatur yang tinggi menghasilkan peningkatan
entropi, dan menjadikan fermentasi gelap hidrogen lebih berenergi sementara
utilitas proses hidrogen berdampak negatif dengan kenaikan temperatur (Amend
dan Shock, 2001).
Bakteri
ekstrim termofilik menunjukkan toleransi yang lebih baik pada tekanan parsial
hidrogen yang tinggi yang akan menyebabkan pergantian metabolik pada cara
penghasil nonhidrogen, seperti produksi pelarut (Niel dkk., 2003).
-
Derajat keasaman
Derajat
keasaman memiliki efek terhadap aktivasi
enzim mikroorganisme, karena setiap enzim aktif hanya pada kisaran pH
yang bersifat spesifik dan mempunyai aktivitas maksimum pada pH optimalnya
(Lay dkk., 1997).
Penelitian
hidrogen telah mengakui bahwa pH adalah salah satu kunci faktor yang
mempengaruhi produksi hidrogen. Fermentasi hidrogen bersifat sensitif terhadap pH dan pokok dari
produk akhir (Craven, 1998). Telah
banyak penelitian untuk memproduksi hidrogen dari limbah padat.
Hasilnya
mengindikasi bahwa kontrol pH merupakan hal yang sangat penting untuk
memproduksi hidrogen. Telah dilaporkan juga bahwa dibawah pH yang tidak optimal proses
fermentasi hidrogen digantikan oleh produksi pelarut (Temudo dkk., 2007), atau
memperlama fasa lag (Liang, 2003). Produksi laktat selalu diobservasi bersamaan
dengan perubahan parameter lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba, seperti
pH, HRT, dan temperatur, yang mengindikasikan biakan bakteri tidak beradaptasi
dengan kondisi lingkungan yang baru (Temudo
dkk., 2007).
Liu dkk.
(2006) menemukan bahwa pada fermentasi gelap hidrogen secara mesofilik
memiliki pH optimal sekitar 5-5,5. Sementara itu, fermentasi hidrogen pada
temperatur ekstrim termofilik pada semua publikasi menggunakan pH 6,5-7,5.
Van
Niel dkk. (2002) menggunakan biakan murni dari
Caldicellulosiruptor saccharolyticus dan
Thermatoga elfii untuk fermentasi gelap
hidrogen menggunakan bahan baku sukrosa dan glukosa pada temperatur 70oC.
pH yang utama adalah 7 dan 7,4 melalui eksperimen tersebut.
Schroder
et al (1994) menggunakan biakan murni dari Thermatoga maritime dengan
menggunakan substrat glukosa pada temperatur 80oC dan kontrol pH
6,5.
Kadar
et al. Irma Suraya (2004) melaporkan
produksi hidrogen dari sludge hidrolisat kertas dengan biakan murni Caldicellulosiruptor
saccharolyticus pada pH 7,2.
Dari
keseluruhan penelitian ini mengindikasi bahwa kebanyakan bakteri ekstrim
termofilik penghasil hidrogen lebih menyukai pH netral sebagai pH optimum.
Penelitian biakan campuran bakteri
ekstrim termofilik yang diadaptasi dari pupuk juga melaporkan bahwa pH optimum
adalah 7 (Yokoyama dkk., 2007).
-
HRT
HRT
juga merupakan parameter yang penting bagi proses fermentasi gelap. Pada sistem
CSTR, HRT yang singkat digunakan untuk membersihkan metanogen yang tumbuh lambat dan memilih bakteri penghasil
asam (Chen dkk., 2001), sementara laju cairan yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan hidrolisis limbah organik yang buruk (Han dan Shin,
2004). Pada sistem CSTR, Kim dkk. (2004) melaporkan bahwa HRT yang singkat (< 3 hari) akan menghasilkan produksi
hidrogen karena metanogen membutuhkan lebih dari HRT 3 hari. Normalnya pada
proses anaerobik, pH dan HRT adalah pasangan parameter : HRT yang singkat
menghasilkan pH yang rendah. Antara pH dan HRT telah didemonstrasikan sebagai
cara yang efektif untuk memisahkan bakteri penghasil hidrogen dan archaea pengkonsumsi hidrogen pada kondisi
mesofilik dan termofilik (Oh dkk., 2004). Meskipun efek pH dan HRT saling
berhubungan tidak ada penelitian resmi yang telah mengisolasi efek dari kedua
parameter ini secara terpisah (Dawei Liu, 2008). Bagi fermentasi HSW pada
temperatur ekstrim termofilik, HRT harus tidak boleh kurang dari 2 hari, jika
tidak akan dihasilkan hidrolisis dan pembersihan bakteri metanogen yang buruk.
Diindikasi juga bahwa metanogen masih dapat tumbuh dan mengkonsumsi hidrogen
(Dawei Liu, 2008).
Tekanan Parsial Hidrogen dan
Karbondioksida
Akumulasi hidrogen dan karbondioksida dapat menyebabkan penekanan
produksi dan formasi dari produk yang
berkurang secara berturut-turut.
Irma Suraya
08 0405 001
Universitas Sumatera Utara
a.
Tekanan Parsial Hidrogen
Konsentrasi hidrogen pada fasa cair
berhubungan dengan tekanan parsial
hidrogen yang merupakan salah satu kunci
faktor yang mempengaruhi produksi hidrogen
(Hawkes
dkk., 2002). Tekanan parsial
H2 (pH2) adalah faktor yang sangat
penting
terutama bagi sintesis H2 secara
kontinyu (Hawkws dkk., 2007). Alur sintesis hidrogen
bersifat sensitif bagi konsentrasi
H2 dan merupakan penghambat produk akhir
karena
meningkatnya konsentrasi H2 menyebabkan
sintesis H2 berkurang dan alur metabolik
berganti menjadi produksi substrat
seperti laktat, etanol, aseton, butanol, atau alanin
(Tamagnini et al., 2002). Sintesis H2
secara kontinyu membutuhkan pH2 sebesar 50 kPa
pada temperatur 60o
C (Lee dan Zinder, 1998). 20 kPa pada
temperatur 70o
C (Van Niel
dkk.,
2002), dan 2 kPa pada temperatur 98
o
C dibawah kondisi standart (Levin dkk.,
2004).
b.
Tekanan Parsial Karbondioksida
Pada kasus karbondioksida, konsentrasi
H2 yang tinggi dapat menyebabkan
produksi fumarat atau suksinat, yang
berkontribusi mengkonsumsi elektron, sehingga
produksi hidrogen berkurang
(Tanisho dkk., 1998).
Tanisho et al. Juga melaporkan
bahwa penghilangan CO2 dapat
meningkatkan produksi hidrogen pada fermentasi gelap.
Setelah CO2 dihilangkan, produksi hidrogen meningkat dua kali semula. Terlebih lagi
ketika CO2 dihilangkan dari cairan dengan sparging
gas argon dan gas hidrogen,
dibandingkan tekanan parsial hidrogen,
tekanan parsial CO2 memiliki efek penghambat
yang lebih besar pada proses fermentasi
gelap.
Belakangan ini gas CH4 digunakan sebagai sparging gas untuk
menghilangkan
hidrogen dan karbondioksida dari cairan.
Gas sparging menghasilkan peningkatan yang
signifikan terhadap produksi hidrogen
(88%). Mizuno dkk. (2000) melaporkan bahwa
produksi hidrogen meningkat sebesar
68% setelah mengalami sparging dengan gas N2.
-
Tekanan parsial Hidrogen dan
Karbondioksida
-
Konsentrasi Asam Organik
-
Sands Casino | Las Vegas, NV
BalasHapusLocated just a 5-minute drive from Sands Casino, 바카라 사이트 Sands Casino is a true Vegas-style casino. The 인카지노 casino features septcasino 4,000 slots, 50 table games,